Kamis, 17 April 2008

cerPen

Pengamen KecilKU

Tet..tet.. Bel berbunyi, anak – anak pun bersorak ria bak seperti suporter sepak bola yang jagoanya berhasil memasukkan bolanya ke gawang aku pun segera merapikan bukuku kedalam tas dan bersiap untuk pulang… selesai berdoa, aku pun segera mengambil handphone di saku bajuku untuk menghubungi mamaku agar menjemputku ke sekolah… dasar SIAL hari ini mama tidak bisa menjemputku karena ada urusan penting yang harus diselesaikan. Dan terpakasa hari ini aku harus jalan kaki sampai rumah.
Setelah keluar dari gerbang sekolah, sinar matahari pun langsung menyengat kulitku. Sepertinya hari ini begitu panas serasa di padang pasir. Keringat pun langsung bercucuran di dahiku. Aku pun berjalan menyusuri trotoar sambil mengusap keringatku dengan tisu. Setelah berjalan kira – kira 500 meter aku merasa kelelahan dan kehausan, air di botol aqua yang aku bawa pun juga telah habis, tanpa pikir panjang lagi ada seorang penjual es langsung aku hampiri dan aku memesan segelas es sambil istirahat sebentar. Aku pun meminum es itu dengan lahap, karena tenggorokan ini sudah kering sekali. Di sela – sela aku menikmati es, ada seorang gadis kecil dengan baju yang sedikit dekil datang menghampiriku dan melihat aku meminum es. Ternyata dia adalah seorang pengamen….
“ pak beli esnya “ pinta pengamen itu kepada penjual es.
“ memang kamu punya uang berapa? “ tanya penjual es pada pengamen itu.
“ saya punya uang seribu rupiah pak! “ jawab pengame itu.
“ wah, gak bisa nak klo uang mu cuma 1000, harganya lho 2000 “ jawabnya.
Mendengar jawaban penjual ec tersebut, wajah pengamen itu sangat kecewa, sepertinya ia merasa kehausan dan menginginkan es tersebut… aku pun merasa kasihan melihat anak itu, tanpa pikir panjang lagi aku segera membelikan anak itu segalas es…
“ pak, saya pesan segelas es lagi untuk adek ini? “ pintaku kepada penjual es.
Mendengar ucapanku, anak itu pun terkejut…
“ ini es buat adek!!!! “ kataku sambil menyerahkan esnya.
“ terima kasih ka’ “ jawabnya sambil tersenyum bahagia!!!!!
Aku pun menikmati es yang segar itu sambil bercakap – cakap dengan anak itu…
“ gimana enak dik esnya? “ tanyaku.
“ enak ka’! “ jawabnya…
“ adik nggak sekolah? “ tanyaku.
“ nggak ka’, boro – boro sekolah, mau makan aja susah! “ jawabnya.
“ adek suka jadi pengamen kayak gini? “ tanyaku.
“ seneng ka’… apalagi kalau dapat uang banyak! “ Jawabnya.
“ adek nggak capek, klo tiap hari ngamen? “ tanyaku lagi..
“ capek sih ka’, tapi kalau nggak ngamen, aku dapat makan dari mana? “ jawabnya.
Mendengan ucapan anak itu hatiku merasa terenyuh, tapi disisi lain aku juga bangga, karena anak sekecil itu sudah bekerja banting tulang dan panas – panasan menjadi seorang pengamen demi sesuap nasi untuk bertahan hidup… mungkkin logaman seratus rupiah tidak berharga bagi kita, tapi bagi pengamen kecil itu sangat berharga sekali untuk menambah penghasilanya…
Tak terasa es yang kita minum telah habis dan berakhir pula pembicaraanku dengan anak itu…
“ ka’ terima kasih ya esnya! “ ucapnya kepadaku.
“ o.. iya, sama – sama…!! “ jawabku.
Kemudian anak itu berlari ke kerumunan kendaraan untuk mengamen kembali dan aku pun melanjutkan perjalanan ku pulang kerumah. Dalam perjalanan aku terus memikirkan tentang pengamen itu. Sebenarnya masih banyak orang yang dibawah ku yang hidup dalam kekurangan. Seharusnya aku bersyukur masih bisa bersekolah dan tak harus berkerja banting tulang seperti pengamen itu. Dan aku pun sadar, mengapa aku harus kenapa aku harus kesal karena pulang dengan berlalan kaki. Rasa capek yang aku rasakan tak sebanding dengan yang dirasakan pengamen itu, toh ia juga dapat tersentum bahagia menjalani kehidupnya ini.